Stadium Konflik Dalam Pernikahan
Saya membagi dalam 4 stadium, dimulai dari stadium 1. Loh, kenapa bukan dimulai dari stadium 0? Sederhana saja, alasannya yaitu tidak ada kesepakatan nikah yang sempurna. Tdk ada kehidupan kesepakatan nikah yang bebas friksi, perbedaan pendapat/ konflik. Stadium dipakai untuk mengukur kadar permasalahan yang ada.
Stadium 1.
Sudah dimulai semenjak malam pertama. Kebayang dong, 2 pribadi yang berbeda kini tinggal bersama. Mulai timbul sedikit perasaan tidak nyaman. Karakter dan kepribadian yg berbeda juga mulai menjadikan friksi. Mulai dari handuk yang diletakkan sembarangan, cara pencet odol, dan kebiasaan2 lainnya yang tidak sama. Namun alasannya yaitu masih ‘baru’, maka semua perbedaan & rasa ketidaknyamanan tersebut cenderung diabaikan. Rasa cinta masih membara. Bahkan mungkin saja rasa tidak nyaman ini sudah terjadi ketika honeymoon. Tidak sedikit yang mengalami honeymoonnya tidak menyerupai yang dibayangkan.
Berapa usang kondisi stadium 1 ini? Tergantung dari apa yang dilakukan oleh anda berdua. Didiamkan saja atau mulai dikomunikasikan. Jika anda menentukan untuk mendiamkan saja, ada 2 kemungkinan. Mungkin saja salah satu pasangan mempunyai keikhlasan yg luar biasa. Jika salah satu nrimo dalam pengertian yang sebenarnya, anda tetap di stadium 1. Bisa juga terjadi salah satu atau keduanya pilih menyerah daripada ribut. Namun jikalau ada yg menentukan untuk mengalah, ini akan jadi bom waktu. Bisa saja tidak lewat stadium 2, namun eksklusif stadium 3 atau 4.
Ada juga yang di stadium 1 coba untuk mengkomunikasikannya. Hasilnya tergantung dari bagaimana cara mengkomunikasikan, skill yang dimiliki & timingnya. Kalau anda berdua semenjak awal punya komitmen yang kuat, kesamaan value, saling coba mengerti pasangan & sama-sama mau tumbuh besar kemungkinan anda tetap di stadium 1. Lalu siapa yg akan tergelincir ke stadium 2?
Beberapa diantaranya yaitu mereka yang memegang prinsip “terima saya apa adanya”… Khan kau tahu semenjak sebelum menikah saya sudah menyerupai ini. Kaprikornus kini kau jangan coba-coba merubah saya. Kamu harus terima saya apa adanya. Wah, keren & mantap ya? Sadarkah anda makna dibalik itu?
Kalau apa adanya anda sudah bernilai 9 (skala 1-10) maka anda masuk akal dan berhak untuk menyampaikan kalimat tersebut. Namun kl kalau apa adanya anda: egois, jutek, ngomong sembarangan, sinis, sering menyindir, malas, pokoknya banyak rapor merahnya, berdasarkan anda adilkah menyampaikan hal tsb? Bagaimana jikalau ternyata pasangan anda sama merahnya rapornya & minta hal yg sama? Diajuga minta anda mau mendapatkan ia apa adanya? Anda bisa bayangkan apa yang akan terjadi? Yup, dengan cepat anda berdua akan masuk ke stadium 2.
Ada juga yang sudah berusaha mengkomunikasikan hal ini kepada pasangannya. Namun alasannya yaitu kurang skill & salah pilih timing malah jadi ribut. Yangterakhir ini juga jadinya masuk ke stadium 2. Oya, kondisi di stadium 1 itu relatif belum banyak konflik terbuka. Lebih banyak membatin.
Stadium 2
Apa ciri2nya? Yang tadinya membatin, kini sudah mulai tidak tahan untuk mengekspresikan rasa tidak nyamannya. Sudah mulai terjadi pertengkaran, sindiran, bahasa instruksi dan bahasa badan yang menawarkan rasa tidak senang/nyaman. Di stadium 2 ini kerusakan sudah mulai terjadi. Perasaan terluka, sakit hati akan terakumulasi. Mulai enggan utk mengkomunikasikan perasaan masing-masing. Saling tuntut, menyalahkan mulai sering terjadi. Jika komitmen dan kemauan untuk tumbuh kurang kuat, akan sgrsegera masuk ke stadium 3.
Stadium 3
Di stadium 3, konflik terbuka sudah terjadi. Kadang-kadang tidak peduli konflik di depan anak. Juga suka menyindir pasangan di depan orang lain. Beberapa tidak tahan di stadium 3 dan mulai lirik rumput tetangga. Mulainya bisa dari curhat, ‘kebetulan’ ada yang bisa memberi rasa nyaman. Ada yang ‘melarikan diri’ ke pekerjaan, bisnis atau acara sosial. Komunikasi tampaknya buntu. Ada juga yg konflik terbuka dg cara mendiamkan pasangannya. Bisa beberapa jam, hari, ahad bahkan bulan.
Di stadium ini ada yang jadinya sadar kalau kondisi kesepakatan nikah sudah kritis dan berusaha mencari solusi. Ada yang bisa melaksanakan introspeksi dengan cepat. Ada yang berusaha cari bantuan, bisa dari keluarga, sobat atau kepada mereka yang hebat di bidangnya. Mereka yang cepat sadar, masih terbuka kemungkinan untuk menurunkan tingkat konflik ke stadium 2 dan 1. Namun ada jg yg tidak sadar. Entah tidak sadar, atau terlalu PeDe dengan kemampuan sendiri untuk menuntaskan konflik. Kalau rasa PeDe diikuti dengan kemauan untuk mencari knowledge dan skill yang diperlukan serta mau berubah, masih terbuka harapan. Namun jikalau hanya berbekal PeDe saja, tampaknya cukup sulit untuk bisa turun ke stadium 2 atau 1.
Ada juga yang ketika di stadium 3 gotong royong sadar sedang kritis, namun sudah apatis. Sudah merasa tidak ada harapan. Ada pula yang di stadium 3 merasa dirinya sebagai korban, pasangannya lah yang harus berubah. Tidak ada keinginan untuk introspeksi, yang ada menyalahkan pasangan. Faktanya, it takes two to tango. Hampir bisa dipastikan ada tugas masing-masing yang menciptakan kondisi ini terjadi. Di stadium 3 ini juga disertai dengan kelelahan mental yang luar biasa. Jika tidak segera ambil tindakn cepat & nyata, akan masuk ke stadium 4
Stadium 4
Di stadium 4, seringkali ditandai dengan keinginan salah satu pasangan atau keduanya untuk berpisah. Ada yang terlontarkan pada ketika bertengkar. Ada yang jadinya tidur terpisah, beda kamar atau beda rumah. Ada juga yang sudah melayangkan surat somasi cerai ke pengadilan. Jika sudah di stadium 4, tingkat kerusakan yang terjadi sudah sangat parah. Dibutuhkan komitmen, keberanian dan perjuangan yang luar biasa untuk bisa menyelamatkan kesepakatan nikah tsb. Namun bukan berarti hal ini mustahil. Tetap ada harapan. Akan lebih besar lagi harapannya jikalau memakai ‘invisible hand’. Jangan mengandalkan kekuatan sendiri dalam menghadapi krisis ini. Minta pertolongan & bimbingan Nya. Semakin dini kita mohon bimbingan Nya, semakin baik. Terlebih lagi jikalau sudah di stadium 4. Anda BUTUH pertolongan NYA. Salah satu caranya; SEDEKAH dengan jumlah yang besar.
Di stadium 4, pilihan anda tinggal do or die. Karena kalau anda tidak melaksanakan action, bisa dipastikan menuju jurang kebinasaan. Bisa dalam bentuk hancurnya kesepakatan nikah atau bisa juga kuat kepada sakit secara fisik & mental. Depresi, stress tingkat tinggi, penyakit stroke, jantung, kanker payudara, dll sudah menunggu.
Hiiii… syerem ya… So, ada di stadium berapa kehidupan kesepakatan nikah anda ketika ini? Semakin cepat anda sadar dan mau jujur, semakin ‘murah’ harga yang harus anda bayar.
by: indra nofeldy
Berbagai Sumber
Stadium 1.
Sudah dimulai semenjak malam pertama. Kebayang dong, 2 pribadi yang berbeda kini tinggal bersama. Mulai timbul sedikit perasaan tidak nyaman. Karakter dan kepribadian yg berbeda juga mulai menjadikan friksi. Mulai dari handuk yang diletakkan sembarangan, cara pencet odol, dan kebiasaan2 lainnya yang tidak sama. Namun alasannya yaitu masih ‘baru’, maka semua perbedaan & rasa ketidaknyamanan tersebut cenderung diabaikan. Rasa cinta masih membara. Bahkan mungkin saja rasa tidak nyaman ini sudah terjadi ketika honeymoon. Tidak sedikit yang mengalami honeymoonnya tidak menyerupai yang dibayangkan.
Berapa usang kondisi stadium 1 ini? Tergantung dari apa yang dilakukan oleh anda berdua. Didiamkan saja atau mulai dikomunikasikan. Jika anda menentukan untuk mendiamkan saja, ada 2 kemungkinan. Mungkin saja salah satu pasangan mempunyai keikhlasan yg luar biasa. Jika salah satu nrimo dalam pengertian yang sebenarnya, anda tetap di stadium 1. Bisa juga terjadi salah satu atau keduanya pilih menyerah daripada ribut. Namun jikalau ada yg menentukan untuk mengalah, ini akan jadi bom waktu. Bisa saja tidak lewat stadium 2, namun eksklusif stadium 3 atau 4.
Ada juga yang di stadium 1 coba untuk mengkomunikasikannya. Hasilnya tergantung dari bagaimana cara mengkomunikasikan, skill yang dimiliki & timingnya. Kalau anda berdua semenjak awal punya komitmen yang kuat, kesamaan value, saling coba mengerti pasangan & sama-sama mau tumbuh besar kemungkinan anda tetap di stadium 1. Lalu siapa yg akan tergelincir ke stadium 2?
Beberapa diantaranya yaitu mereka yang memegang prinsip “terima saya apa adanya”… Khan kau tahu semenjak sebelum menikah saya sudah menyerupai ini. Kaprikornus kini kau jangan coba-coba merubah saya. Kamu harus terima saya apa adanya. Wah, keren & mantap ya? Sadarkah anda makna dibalik itu?
Kalau apa adanya anda sudah bernilai 9 (skala 1-10) maka anda masuk akal dan berhak untuk menyampaikan kalimat tersebut. Namun kl kalau apa adanya anda: egois, jutek, ngomong sembarangan, sinis, sering menyindir, malas, pokoknya banyak rapor merahnya, berdasarkan anda adilkah menyampaikan hal tsb? Bagaimana jikalau ternyata pasangan anda sama merahnya rapornya & minta hal yg sama? Diajuga minta anda mau mendapatkan ia apa adanya? Anda bisa bayangkan apa yang akan terjadi? Yup, dengan cepat anda berdua akan masuk ke stadium 2.
Ada juga yang sudah berusaha mengkomunikasikan hal ini kepada pasangannya. Namun alasannya yaitu kurang skill & salah pilih timing malah jadi ribut. Yangterakhir ini juga jadinya masuk ke stadium 2. Oya, kondisi di stadium 1 itu relatif belum banyak konflik terbuka. Lebih banyak membatin.
Stadium 2
Apa ciri2nya? Yang tadinya membatin, kini sudah mulai tidak tahan untuk mengekspresikan rasa tidak nyamannya. Sudah mulai terjadi pertengkaran, sindiran, bahasa instruksi dan bahasa badan yang menawarkan rasa tidak senang/nyaman. Di stadium 2 ini kerusakan sudah mulai terjadi. Perasaan terluka, sakit hati akan terakumulasi. Mulai enggan utk mengkomunikasikan perasaan masing-masing. Saling tuntut, menyalahkan mulai sering terjadi. Jika komitmen dan kemauan untuk tumbuh kurang kuat, akan sgrsegera masuk ke stadium 3.
Stadium 3
Di stadium 3, konflik terbuka sudah terjadi. Kadang-kadang tidak peduli konflik di depan anak. Juga suka menyindir pasangan di depan orang lain. Beberapa tidak tahan di stadium 3 dan mulai lirik rumput tetangga. Mulainya bisa dari curhat, ‘kebetulan’ ada yang bisa memberi rasa nyaman. Ada yang ‘melarikan diri’ ke pekerjaan, bisnis atau acara sosial. Komunikasi tampaknya buntu. Ada juga yg konflik terbuka dg cara mendiamkan pasangannya. Bisa beberapa jam, hari, ahad bahkan bulan.
Di stadium ini ada yang jadinya sadar kalau kondisi kesepakatan nikah sudah kritis dan berusaha mencari solusi. Ada yang bisa melaksanakan introspeksi dengan cepat. Ada yang berusaha cari bantuan, bisa dari keluarga, sobat atau kepada mereka yang hebat di bidangnya. Mereka yang cepat sadar, masih terbuka kemungkinan untuk menurunkan tingkat konflik ke stadium 2 dan 1. Namun ada jg yg tidak sadar. Entah tidak sadar, atau terlalu PeDe dengan kemampuan sendiri untuk menuntaskan konflik. Kalau rasa PeDe diikuti dengan kemauan untuk mencari knowledge dan skill yang diperlukan serta mau berubah, masih terbuka harapan. Namun jikalau hanya berbekal PeDe saja, tampaknya cukup sulit untuk bisa turun ke stadium 2 atau 1.
Ada juga yang ketika di stadium 3 gotong royong sadar sedang kritis, namun sudah apatis. Sudah merasa tidak ada harapan. Ada pula yang di stadium 3 merasa dirinya sebagai korban, pasangannya lah yang harus berubah. Tidak ada keinginan untuk introspeksi, yang ada menyalahkan pasangan. Faktanya, it takes two to tango. Hampir bisa dipastikan ada tugas masing-masing yang menciptakan kondisi ini terjadi. Di stadium 3 ini juga disertai dengan kelelahan mental yang luar biasa. Jika tidak segera ambil tindakn cepat & nyata, akan masuk ke stadium 4
Stadium 4
Di stadium 4, seringkali ditandai dengan keinginan salah satu pasangan atau keduanya untuk berpisah. Ada yang terlontarkan pada ketika bertengkar. Ada yang jadinya tidur terpisah, beda kamar atau beda rumah. Ada juga yang sudah melayangkan surat somasi cerai ke pengadilan. Jika sudah di stadium 4, tingkat kerusakan yang terjadi sudah sangat parah. Dibutuhkan komitmen, keberanian dan perjuangan yang luar biasa untuk bisa menyelamatkan kesepakatan nikah tsb. Namun bukan berarti hal ini mustahil. Tetap ada harapan. Akan lebih besar lagi harapannya jikalau memakai ‘invisible hand’. Jangan mengandalkan kekuatan sendiri dalam menghadapi krisis ini. Minta pertolongan & bimbingan Nya. Semakin dini kita mohon bimbingan Nya, semakin baik. Terlebih lagi jikalau sudah di stadium 4. Anda BUTUH pertolongan NYA. Salah satu caranya; SEDEKAH dengan jumlah yang besar.
Di stadium 4, pilihan anda tinggal do or die. Karena kalau anda tidak melaksanakan action, bisa dipastikan menuju jurang kebinasaan. Bisa dalam bentuk hancurnya kesepakatan nikah atau bisa juga kuat kepada sakit secara fisik & mental. Depresi, stress tingkat tinggi, penyakit stroke, jantung, kanker payudara, dll sudah menunggu.
Hiiii… syerem ya… So, ada di stadium berapa kehidupan kesepakatan nikah anda ketika ini? Semakin cepat anda sadar dan mau jujur, semakin ‘murah’ harga yang harus anda bayar.
by: indra nofeldy
Belum ada Komentar untuk "Stadium Konflik Dalam Pernikahan"
Posting Komentar